Arsip Blog

Psikologi Pendidikan Sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan


Secara definitif arti psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar (Whiterington, 1982:10). Karena itu psikologi pendidikan dengan tindakan belajar mempunyai hubungan yang sangat erat.

Psikologi pendidikan, sebagai sebuah tindakan dan treatment dalam pengembangan pendidikan, dapat digunakan sebagai cara untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sebagai seorang guru, penguasaan terhadap psikologi belajar adalah vital, sehingga dia dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif.
Read the rest of this entry

TIPE NILAI


Penelitian Schwartz mengenai nilai salah satunya bertujuan untuk memecahkan masalah apakah nilai-nilai yang dianut oleh manusia dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe nilai (value type). Lalu masing-masing tipe tersebut terdiri pula dari sejumlah nilai yang lebih khusus. Setiap tipe nilai merupakan wilayah motivasi tersendiri yang berperan memotivasi seseorang dalam bertingkah laku. Karena itu, Schwartz juga menyebut tipe nilai ini sebagai motivational type of value.
Dari hasil penelitiannya di 44 negara, Schwartz (1992, 1994) mengemukakan adanya 10 tipe nilai (value types) yang dianut oleh manusia, yaitu :

1. Power
Tipe nilai ini merupakan dasar pada lebih dari satu tipe kebutuhan yang universal, yaitu transformasi kebutuhan individual akan dominasi dan kontrol yang diidentifikasi melalui analisa terhadap motif sosial. Tujuan utama dari tipe nilai ini adalah pencapaian status sosial dan prestise, serta kontrol atau dominasi terhadap orang lain atau sumberdaya tertentu. Nilai khusus (spesific values) tipe nilai ini adalah : social powerauthoritywealth, preserving my public image dan social recognition.

Read the rest of this entry

ASPEK NILAI


Fungsi Nilai

Fungsi utama dari nilai dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Nilai sebagai standar (Rokeach, 1973; Schwartz, 1992, 1994), fungsinya ialah:

  • Membimbing individu dalam mengambil posisi tertentu dalam social issues tertentu (Feather, 1994).
  • Mempengaruhi individu untuk lebih menyukai ideologi politik tertentu dibanding ideologi politik yang lain.
  • Mengarahkan cara menampilkan diri pada orang lain.
  • Melakukan evaluasi dan membuat keputusan.
  • Mengarahkan tampilan tingkah laku membujuk dan mempengaruhi orang lain, memberitahu individu akan keyakinan, sikap, nilai dan tingkah laku individu lain yang berbeda, yang bisa diprotes dan dibantah, bisa dipengaruhi dan diubah. Read the rest of this entry

STRESS


Seringkali stres didefinisikan dengan hanya melihat dari stimulus atau respon yang dialami seseorang. Definisi stres dari stimulus terfokus pada kejadian di lingkungan seperti misalnya bencana alam, kondisi berbahaya, penyakit, atau berhenti dari kerja. Definisi ini menyangkut asumsi bahwa situasi demikian memang sangat menekan tapi tidak memperhatikan perbedaan individual dalam mengevaluasi kejadian. Sedangkan definisi stres dari respon mengacu pada keadaan stres, reaksi seseorang terhadap stres, atau berada dalam keadaan di bawah stres (Lazarus & Folkman, 1984).

Definisi stres dengan hanya melihat dari stimulus yang dialami seseorang, memiliki keterbatasan karena tidak memperhatikan adanya perbedaan individual yang mempengaruhi asumsi mengenai stresor. Sedangkan jika stres didefinisikan dari respon, maka tidak ada cara yang sistematis untuk mengenali mana yang akan jadi stresor dan mana yang tidak. Untuk mengenalinya, perlu dilihat terlebih dahulu reaksi yang terjadi. Selain itu, banyak respon dapat mengindikasikan stres psikologis yang padahal sebenarnya bukan merupakan stres psikologis. Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa respon tidak dapat secara reliabel dinilai sebagai reaksi stres psikologis tanpa adanya referensi dari stimulus (Lazarus & Folkman, 1984).

Read the rest of this entry

Teori Belajar dan Pembelajaran


Dua aliran psikologi yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktik pembelajaran dewasa ini adalah aliran behavioristik dan kognitif. Aliran behavioristik  menekankan pada terbentuknya perilaku yang nampak sebagai hasil belajar, sedangkan aliran kognitif lebih menekankan pada pembentukan perilaku internal yang sangat mempengaruhi perilaku yang nampak tersebut.

Teori behavioristik dengan model hubungan Stimulus-Responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon (perilaku) tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill (pembiasaan) semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement, dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Hubungan S-R, individu pasif, perilaku yang nampak, pembentukan perilaku dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement, dan hukuman merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behavioristik. Teori ini hingga sekarang sedang merajai praktek pembelajaran. Buktinya nampak jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, seperti kelompok bermain, Taman kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, sampai dengan Perguruan Tinggi, yaitu pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) yang disertai dengan reinforcement atau hukuman. Read the rest of this entry

Anak Pemarah, Semua Serba Salah


Pada usia tertentu, anak sering marah adalah wajar. Namun, bila melewati masa-masa itu anak masih tetap sering marah, bahkan disertai kekerasan fisik, seperti memukul, melempar, menendang dan sebagainya, orangtua tak bisa lagi tinggal diam.

             Karena keinginannya tak dituruti, Rian (5 tahun) menangis sambil mengamuk. Ia menendang-nendang dan memukul ibunya yang berusaha menenangkan. Walau begitu, sang ibu tetap sabar, memeluk dan membujuk anaknya dengan suara lembut. Sungguh tak mudah, apalagi mereka saat itu berada di tempat umum.

            Pemandangan seperti itu mungkin pernah kita temui dalam keseharian; anak yang mengamuk, entah anak kita sendiri atau anak-anak lainnya. Tak hanya menangis dan menjerit-jerit, kadang kemarahan anak-anak ini disertai kata-kata kasar, membanting atau melempar benda-benda yang ada di sekitarnya. Tak jarang juga memukul dan menendang orang. Bujukan dan kata-kata lembut untuk menenangkan, tidak mempan. Banyak orangtua yang kehabisan akal dalam menghadapi perilaku anak ini, bahkan tak jarang ikut terbawa emosi dan jadi ikut-ikutan marah. Semua jadi kacau dan tak terkendali. Read the rest of this entry

Mendongeng, Membangun Karakter Anak


Pernahkah Anda melihat mata anak Anda membulat penasaran mendengar cerita Anda? Jika pernah, atau bahkan sering, berarti Anda giat memperkokoh karakternya. Jika belum, tidak ada kata terlambat untuk mulai mendongeng.

            Ketika televisi belum banyak dimiliki orang, hiburan anak-anak kala itu –selain bermain, tentunya—adalah mendengarkan cerita dari para orang tua di sekitar mereka, entah ayah, ibu, kakek, nenek, atau yang lainnya. Dalam suasana hangat, anak-anak dengan penuh minat dan rasa ingin tahu mendengarkan berbagai cerita yang dibawakan orang-orang tua mereka. Read the rest of this entry

Jangan Remehkan Tangisan Bayi


Kata orang, tangisan bayi adalah suara terindah bagi ayah ibunya. Tak hanya suara tanpa makna, sesungguhnya tangisan bayi memiliki maksud yang ingin dibaginya kepada orang di sekelilingnya.

Seorang bayi akan langsung menangis sesaat setelah dilahirkan sebagai tanda kehidupannya. Untuk beberapa bulan ke depan, tangisan inilah yang jadi penghubung bayi dengan orangtua dan orang-orang di sekitarnya, sebelum akhirnya bayi mulai bisa bicara dan mengungkapkan kebutuhan dan perasaannya dengan kata-kata. Read the rest of this entry

Jangan Biarkan Anak Bingung dengan Masa Depannya


Tak tahu ingin jadi apa, atau bagaimana mencapainya, adalah satu gambaran tentang betapa minimnya pemahaman anak tentang masa depan. Tanpa pengetahuan yang memadai, bagaimana kelak mereka menjalani masa depannya?

Semasa anak menjalani pendidikan di sekolah dasar, orangtualah yang banyak berperan memilihkan sesuatu untuknya. Namun selepas SD, anak-anak mulai dihadapkan pada pilihan untuk melanjutkan studinya. Walau kemudian, lagi-lagi orangtua masih berperan besar dalam keputusan yang diambil.

Ketika SMA, pilihan-pilihan itu semakin banyak. Mulai dari memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan yang akan diambil, lulus sekolah mau kuliah atau bekerja. Kalau kuliah jadi pilihan, mereka pun harus menentukan mengambil D3 atau S1, di universitas mana, program studinya apa, dan sederet pilihan lainnya. Anak, dalam hal ini remaja, semestinya sudah bisa memutuskan pilihannya sendiri. Karena semua pilihan yang ia ambil sebenarnya adalah pilihan tentang masa depannya.

  Read the rest of this entry

Acara Televisi Memberi Pengaruh Positif


“Nanti kalau sayapku sudah tumbuh, aku mau terbang juga, kayak burung itu, ya Bunda.”

Balita semakin kritis melihat tayangan acara anak-anak di layar kaca, sehingga membuatnya semakin pintar. Berarti si kotak kaca yang ajaib itu mampu menjadi media untuk mengasah kecerdasan anak. Lantas mengapa banyak ahli pendidikan menjulukinya “kotak idiot” sampai “pencetus obesitas”?

Acara televisi memang punya kemampuan luar biasa untuk mempengaruhi cara berpikir penontonnya. Apalagi penonton anak-anak yang daya nalarnya belum terlatih. Tapi jangan melulu salahkan acara televisi. Negatif atau positif pengaruh acara televisi pada anak, sebenarnya juga ada di tangan pendampingan orangtua saat anak menonton televisi.
Read the rest of this entry

  • Back Link